CEMBURU SEMESTA


Kalau ada satu hal yang boleh kucemburui dari padamu, aku tidak akan cemburu pada jajaran manusia yang pernah mampir mewarnai hidupmu selain aku. Benar, sesekali cerita-cerita soal mereka terasa seperti lalat yang berterbangan di sekitar telingaku. Tapi toh tidak berbahaya (asal tidak kutelan saja mereka hidup-hidup).

Aku justru cemburu pada semesta yang mengizinkanmu membangun wastu rancangan tegangan yang megah. Betapa indah jalan-jalan yang mereka buka dan izinkan untuk kau lewati. Soal jalan dan tebing terjal yang menukik tajam -yang sesekali hampir mengerat nadimu- memang belum banyak kuketahui. Namun bisa kuterka dan kuraba sesekali dari dewasa dan bijakmu menghadapi ragam bingkai cerita. Tentu bukan semata kucemburui bagaimana semesta mencipta jalan dan medan yang menghantamimu tanpa permisi, tapi presisi perhitungannya yang membuatmu meliuk indah di sudut-sudut rintangan dan tanpa sengaja menyingkap bagian-bagian indah tubuh dan isi kepalamu. Sungguh, kamu seksi sekali di sana! Meski memang betul, jika dibandingkan dengan semesta yang lebih dari tiga dekade membersamaimu, jelas aku sama sekali tak sebanding. Tapi kelihaiannya menyentuhmu di sisi-sisi paling akurat untuk disorot dan tampil tebal, benar-benar tak ada dua: tak meleset sedikitpun.

Di waktu-waktu lain, kuhujamkan juga cemburu pada semesta lantaran menempamu dengan sangat seksi. Terlalu liat dan lihai hingga menghasilkan bagian-bagian yang menubuh pada isi kepalamu yang ikut liar dan merangsang. Kamu pikir aku hanya sekedar mengaguminya? Tidak, aku juga mengingininya! Juga hal lain yang kucemburui daripadamu adalah kesempurnaanmu yang selalu begitu saja adanya. Gagal dan capukmu justru merupa sempurna menjadi ceruk-ceruk yang siap menadah cinta dan simpati. Maka selalu tak pernah sulit buat siapapun agaknya untuk mengagumi dan bersimpati padamu. Dan ahh...., mestinya kau tahu betul soal itu.

Namun meski cemburu betul aku pada mereka, tapi tetap kusyukuri juga. Beberapa bagian yang akhirnya tersingkap penutupnya, bisa kunikmati juga lekuknya. Lekak-lekuk guratan isi kepala dan rasa yang sempat terbuka dan bisa kunikmati dengan mudah, tentu kunikmati setengah habis. Hanya setengah? Ya, kau tahu kan puncak kenikmatan paling tinggi justru bukan ketika telah habis, namun ada di pertengahan; dan mencapai sempurna jika proses melahap dihentikan tepat ketika klimaks telah dicapai. Maka cemburuku pada semesta ini akan kupuncaki dengan dengan terus menikmatimu, (sekali lagi) sampai setengah habis.

Komentar