Bongkar Mesin

Beberapa waktu belakangan berkesempatan mengambil waktu untuk "bongkar mesin": salah satu agenda yang dijadwalkan rutin untuk mengevaluasi dan mengecek track hidup apakah masih sesuai dengan visi misi sebelumnya, atau perlu dilakukan penyesuaian dan pembaharuan. Kebiasaan ini dimulai dengan dasar referensi journaling yang disarankan oleh beberapa praktisi psikologi, sebagai salah satu media untuk membantu menata isi kepala dan mengenal diri sendiri.

Ritual "bongkar mesin" biasanya akan dimulai dengan agenda "mengumpulkan kepingan". Apa-apa yang muncul atau terlintas di kepala dituliskan di selembar kertas. Semakin banyak kepingan yang bisa dikumpulkan, semakin baik. Seacak dan seremeh apapun harus dituliskan. Tak jarang daftar belanja yang perlu dieksekusi dalam waktu dekat ikut berderet dalam lembaran tersebut. (Ya tentu saja, mengingat barang-barang apa saja yang perlu segera dibelanjakan juga merupakan salah satu hal yang seringkali melintas di kepala. Sekedar untuk menghindari kehabisan bahan atau barang tertentu sebelum sempat membeli yang baru). Kali ini ritme sesi "mengumpulkan kepingan" melambat saat tiba di permenungan soal apa yang sedang kuinginkan serta kemana arah dan tujuan hidupku dalam jangka pendek. Maka atas nama efektifitas, bagian itu sementara dilewati dan ritual dilanjutkan ke agenda berikutnya, yakni tindak lanjut dari masing-masing poin "kepingan". 

Ritual "bongkar mesin" akhirnya bisa diakhiri dan diselesaikan dalam jangka waktu beberapa hari. Ada beberapa aspek yang kepingannya berhasil disusun dan dirangkai (meski belum pasti berarti utuh), beberapa yang lain masih menanti kelompok kepingannya yang hilang untuk diajak bergandengan tangan. Tapi fokus pada proses "bongkar mesin" yang terlalu lama dan tidak kunjung "kembali berkendara", juga bukan pilihan bijak. Maka dengan bekal perbaikan secukupnya yang diperoleh dari fase "bongkar mesin", aku memutuskan untuk "kembali berkendara" di jalan kehidupan. Menjadi proses yang cukup menarik sebenarnya ketika kembali ke jalan setelah proses "bongkar mesin", beberapa sudut pandang baru mewarnai rutinitas sehari-hari yang sebenarnya masih sama dan "itu-itu" saja. Sudut pandang itu membuat beberapa hal yang sebelumnya terlewati begitu saja bahkan cenderung terabaikan, jadi tampak lebih menarik dan bermuatan tanda-tanda. Tanda apapun (baik yang benar-benar pertanda semesta, maupun yg sekedar dirasa-rasa).

Maka di suatu hari (beberapa hari setelah masa "bongkar mesin"), secara acak kuputar sebuah siniar untuk menemani waktu bersiap sebelum berangkat ke kantor. Sebetulnya ini bukan kali pertama aku mendengarkan siniar dari saluran yang satu ini. Entah karena bintang tamunya atau sekedar perasaan dan isi kepalaku yang sedang memuncak saja, siniar yang kudengarkan hari itu terasa seperti menyembulkan "Aha! momen" di kepala. Setiap pertanyaan dan tanggapan yang disampaikan oleh host, terdengar sangat pas dan menebalkan kesan bahwa ia menghargai betul kehadiran, jawaban, dan respon dari bintang tamunya. Bahkan gesture sederhana seperti gerakan tangan, tatapan mata, dan anggukan kepala ringan ketika mendengarkan jawaban bintang tamu, terlihat sangat menarik di mataku hari itu. Karena kekagumanku yang tiba-tiba pada host siniar itu, aku berniat mencari tahu lebih dalam tentang dia. 

Maka selama beberapa waktu aku banyak mencari artikel-artikel, rekaman wawancara, dan sumber-sumber lain mengenai host siniar yang satu ini. Semakin banyak informasi yang kudapat, aku merasa semakin banyak hal yang bisa kupelajari dan masih ingin terus kuperdalam lagi. Rasanya ingin betul kukupas satu persatu setiap kelopaknya, kalau perlu aku gali sampai ke akar-akarnya. Sesederhana bagaimana cara merespon topik yang melenceng jadi sendu ditengah obrolan yang formatnya optimis, atau bagaimana nada tawa yang tepat ketika bintang tamu tiba-tiba melontarkan sindiran untuk pihak tertentu. Bahkan diluar perannya sebagai host, aku banyak belajar darinya bagaimana memaknai dan menikmati hidup dengan privilege yang dimiliki oleh masing-masing. Sebuah masa yang sangat bisa aku nikmati prosesnya dan terasa begitu menyenangkan.  

Dari situ aku merasa menemukan 1 kepingan yang masih belum ditemukan ketika sesi "bongkar mesin" sebelumnya, kepingan yang melengkapi sebagian besar puzzle yang masih rumpang. Salah satu bentuk hidup dari motto yang pernah kutuliskan di buku tahunan SMP: pada dasarnya semua orang adalah guru, yang membedakan hanya cara menembak sasaran dan menangkap tembakan. Salah satu (yang ternyata adalah) dharmaku dalam hidup: berguru. 

Komentar