PADA WAKTUNYA


Untuk menjaga kewarasan dan keselarasan batin dan pikiran, belakangan ini aku suka membenamkan diri pada buku-buku. Apalagi ketika menghadapi situasi yang tidak mudah dan kurang bersahabat, sebisa mungkin aku mencari cara dan kesempatan untuk berlari pada buku-buku. Maka mengertilah aku mengapa ada saatnya dulu ketika sedang sedih Si Manis berlari ke Perpustakaan Nasional dan membenamkan diri di antara rak-rak buku lalu membaca sambil tetap tersedu. Maka aku percaya bahwa semua akan tetap terasa baik-baik saja ketika ada minimal satu buku untuk satu masa atau satu fase.

Sempat tergagum-kagum setengah mati pada karya Paulo Coelho tentang seorang anak gembala yang pada akhirnya memberanikan diri untuk mengejar 'harta'nya dan menemukan kepenuhan diri sebagai bonus besarnya. Buku yang sejujurnya sudah pernah kusantap habis ketika masih di bangku kuliah ini dengan sadar penuh kubaca ulang dan kusesap sari-sarinya yang ternyata berbeda rasa dengan ketika kubaca dulu. Maka pada masanya, bacaan ulang ini menjadi salah satu 'penopang' sekaligus 'pelarian' utamaku dalam menjalani hari-hari. Tentu pada halaman-halaman akhir buku, mulai muncul kekhawatiran. Ya, kekhawatiran soal buku apa lagi yang akan menopang hidupku (sekuat buku ini) di hari-hari kedepan setelah halaman terakhir buku ini habis kusesap.

Namun benar apa yang dikatakan: kita akan menemukan apa-apa yang kita cari. Didukung oleh pernyataan lain: buku-buku atau teori-teori akan menemukan kita tepat pada saat kita membutuhkan dan siap menerimanya. Maka selepas halaman terakhir buku Paulo Coelho habis kusantap, secara tidak sengaja sebuah unggahan di media sosial menyarankan sebuah buku karangan Ichiro Kishimi dan Fimitake Koga yang sudah diterjemahkan dengan baik ke Bahasa Indonesia. Disajikan dalam bentuk percakapan antara seorang pemuda yang pesimis akan hidupnya dengan seorang filsuf yang sangat tenang dan matang (batin dan isi kepalanya) tentu saja. Mengupas tuntas teori psikologi Alfred Alder yang sudah disesuaikan dengan implementasinya di kehidupan sehari-hari dengan bahasa yang begitu sederhana dan mudah dicerna. Maka kemudian ada masanya selama beberapa minggu aku menenggelamkan diri ke dalam halaman-halaman buku tersebut. Ternyata kekaguman dan upaya untuk menahan halaman buku Paulo Coelho yang sebelumnyapun bisa tergantikan dan teralihkan ke karangan Ichiro Kishimi dan Fimitake Koga ini. Maka aku memperlakukan halaman demi halaman buku ini sama seperti aku memperlakukan buku sebelumnya: begitu penuh rasa sayang dan khawatir halaman terakhir akan terbalik jua dan cover belakang buku akhirnya ditutup. Maka salah satu cara yang kugunakan agar halaman buku ini tidak segera menyentuh halaman akhir adalah sesekali kuselingi dengan bacaan lain dengan topik senada.

Dan akhirnya hari itu tiba, buku yang sedang kubaca (keduanya) hampir menyentuh halaman-halaman terakhirnya. Kekhawatiran itu mulai datang lagi, kekhawatiran tidak bisa menemukan buku yang sama kuatnya dengan buku yang sedang kubaca itu. Namun lagi-lagi semesta mengingatkanku, bahwa ia akan dengan setia mengirimkan buku-buku dan bacaan-bacaan padaku tepat setiap aku membutuhkan dan siap menerimanya. Tepat sebelum bab akhir buku pertama habis kubaca, si Manis mengunggah sebuah foto buku yang sedang dibacanya. "Highly recommended when you don't have money to go to therapy, read this book!" tulisnya disitu. Sesekali ia juga meng-capture halaman-halaman yang menurutnya menarik di buku itu. Sayangnya buku itu terlampau mahal untuk kubeli saat ini (di masa-masa akhir bulan menanti m-banking berbunyi lagi). Dengan cukup sedih kuterima kenyataan bahwa setelah halaman terakhir kedua buku ini kubalik, aku baru bisa membenamkan diri ke buku-buku lagi paling cepat awal bulan depan. Tak lama setelah itu, seorang teman yang kukabari bahwa aku sudah hampir menyelesaikan buku-buku bacaanku, memberikan sebuah rekomendasi buku yang pernah ia baca dan cukup mengubah caranya berpikir menjadi lebih baik. Dengan gembira kuterima rekomendasi itu dan juga dengan cukup mudah aku mendapatkan akses untuk membaca buku itu.

Sebelum aku membuka halaman pertama buku tersebut, aku menarik nafas panjang dan mengamini apa-apa yang sebelumnya telah kubaca dari buku-buku yang setengah mati kutahan agar tak cepat tiba di halaman terakhir: tarikanlah tarianmu saat ini, disini, kini. Tidak ada yang perlu diklawatirkan tentang masa lalu atau masa depan, karena semua hal akan datang padamu ketika waktunya kau mendapatkannya dan dirasa siap menerimanya. Begitu juga dengan buku-buku (yang sedang kubaca dan akan kubaca di masa mendatang).

Komentar