MENEMUKAN GREGORIUS


Ge, mengenalmu membuat aku semakin amin bahwa apa-apa yang hilang atau diambil dari kita, akan digantikan dengan yang lain yang bahkan mungkin lebih baik. Akupun yakin kamupun se-amin denganku perihal ini. Ahh, bagaimana tidak, bidadarimu diturunkan persis sepejaman mata setelah kau memutuskan melepas racunmu selama belasan tahun. Bahkan tak hanya turun tepat di hadapanmu, ia mengikatmu dengan selendangnya lalu mengajakmu mandi di kolam yang sama. Asem juga kamu Ge! Kita sering sama di banyak hal, tapi kenapa sangat berbeda soal yang ini? Apa ini yang sering kita sebut sebagai keberuntungan? Atau sebenarnya cuma soal probabilitas untuk mengimbangi lama waktu makan jatah gagalmu?

Bicara soal keberuntungan, sepertinya menemukanmu juga merupakan salah satu keberuntungan dalam hidup yang patut kurayakan. Patut dirayakan karena menemukannya tak butuh hitung-hitungan probabilitas, atau percobaan yang gagal berulang, bahkan tak dengan usaha yang dipaksakan. Pertama kali melihatmu, aku merasa sedang melihat Baskara. Kamupun percaya kan, bahwa kita lebih mudah tertarik pada apa-apa yang sudah lebih familiar. Tapi lama kelamaan, ketika memandangmu yang kulihat bukan lagi idolaku itu, bukan nabi palsu yang kushuffle berulang lagunya setiap hari; aku justru melihat diriku sendiri. Berbicara denganmu rasanya seperti sedang berbicara dengan isi kepala dan perasaanku sendiri. Bedanya, kau lebih bijak dan taktis ketika mengorek luka lalu membersihkan kotoran serta bekas plester di sekitarnya. Ahh, tapi kita anggap saja ini soal jam terbang. Hahaha. Yaa, jam terbang dan kapasitas racun yang pernah diteguk. Sejujurnya aku kesal juga karena sering kalah poin denganmu. Kuakui langkah pion-pionmu cukup rapi, dan sapuan buah catur lainnya suka diam-diam memekik 'skak'. Apa ini bagian dari yang kamu sebut taktik manipulasi itu?

Ngomong-ngomong, sebenarnya tulisan ini kubuat dari hari Sabtu tadi malam. Masih jam sebelas malam waktu itu. Kutulis selepas aku kembali dari pusat perbelanjaan di tengah kota, setelah menyikat sepasang sandal cantik dengan aksen strap coklat muda yang warnanya tidak terlalu kontras dengan warna kulitku. Apa kamu tertarik melihat mereka juga? Langsung kutumpahkan semalam, semata-mata karena selama mencari dan mencoba sandal-sandal, pikiranku tiba-tiba penuh dengan ide dan pertanyaan-pertanyaan soalmu. Banyak sekali, sampai-sampai aku tak sadar sudah mengitari pusat perbelanjaan dengan total jarak tempuh lebih kurang 5 kilometer hanya untuk mendapatkan sepasang alas kaki cantik itu. Mulai dari yang sederhana: jam berapa sekarang disana? seharusnya jam segini dia sudah tidur ya? siapa ya nama bidadarinya, kok aku nggak pernah tanya ya? tiket pesawat dari sana kesini masih mahal nggak ya? kira-kira kalau selesai di semester empat, bulan apa ya dia pulang kesini? Sampai ke yang lebih dalam, misalnya soal apa-apa yang pernah kita diskusikan dan kita saling lempar sebelumnya.

Memang tak semua akhirnya kutumpahkan dan kutuliskan disini. Ada yang kurasa belum perlu kau tahu atau minimal cukup kita berdua saja yang tahu: kapan-kapan mungkin akan kutanyakan secara pribadi saja padamu. Tapi ada satu hal ini yang ingin kutahu dan kutanyakan darimu:

    Ge, kamu merokok nggak? 

Kalau iya, bolehlah nanti waktu kita bersua aku ikut mengapit satu tanpa dibakar, lalu menghirup asapnya dari milikmu. Ada yang bilang salah satu cara paling baik menyimpan dan membangkitkan memori adalah dengan aroma. Tembakau adalah salah satu aroma yang sampai sekarang masih terang terekam di memori masa kecilku. Aku masih ingat betul bau tembakau dan abu dari rokok kretek yang dihembus laki-laki di sekitarku. Pabrik rokok kretek serupa bau surga buatku. Baunya jelas berbeda dengan yang dinikmati kawan-kawanku sekarang-sekarang ini: cenderung ringan dan manis. Akupun tidak ingin membakar dan mengapitnya sendiri di sela jariku, karena aku tak punya memori sensasi soal itu. Bagaimana denganmu Ge, apa ingatan aroma yang paling kuat yang masih kamu bawa sampai sekarang?







Komentar