BIASA SAJA


Tulisan ini tidak secara khusus aku dedikasikan kepada seseorang, tak seperti "Cincin"nya Daniel Baskara yang secara spesifik dibuat untuk Meidiana. Atau "Rayuan Perempuan Gila"nya Nadin yang terang betul soal mantan kekasihnya. Tapi bukan berarti juga tulisan ini tak semata-mata kubuat karena seseorang. Kita sebut saja dia salah seorang yang sekali waktu bisa membuatku lupa menantikan akhir pekan untuk mengagumi Tae Ri melalui 
update episode terbaru atau si manis dari update terbaru di sosial medianya. 

Biasanya aku suka meromantisasi pertemuan dan keakraban, seperti syahdunya pendar lampu gantung jalan raya kota orang atau seksinya lekuk bundar sempurna purnama ketika tak tertutup kabut atau awan; tapi dengannya aku merasa tak ingin melakukannya. Sebuah pertemuan yang biasa saja, makan bersama yang biasa, tawa yang biasa, tatap mata yang biasa, perpisahan jarak yang biasa, dan cumbu yang biasa. Hematnya, sebuah hubungan yang biasa saja.

Tapi tidak benar kalau kukatakan ini tidak berbeda dari yang lain. Meski sebenarnya boleh, tapi ia hampir tak pernah meminta. Yang tidak pernah memintaku untuk menjadi sesuatu atau tetap menghasilkan sesuatu seusai jam kerja atau di akhir pekan. Yang tak pernah memaksaku belajar sesuatu yang baru atau menjadi muda (re: mau salah). Yang tak memintaku untuk belajar mati-matian mengelola keuangan, bahkan setelah ia tau bahwa tatanan alokasi rupiahku kacau juga ternyata (sumpah! ia mengaku pertama kali tertarik padaku lantaran mengira aku pengelola rupiah yang cermat). Yang hanya memintaku untuk tidak terlambat datang ke kantor, atau tidak berlaku sesukanya ketika atasan sedang tak di tempat. Yang menunjukkan ekspresi senang dan bangga yang sungguh ketika aku berusaha bekerja dengan baik dan sepenuh hati. Yang hanya sekali-sekali memintaku untuk memerhatikan kesehatan kulit badan (lalu esoknya mengantarkan ke toko perlengkapan bermotor, memilihkan sepasang sarung tangan yang dirasa paling praktis, dan menggesekan kartunya agar bisa kubawa pulang).

Manusia yang minim kata dan sukar menggambarkan apa yang dirasa. Mas ngga suka kalau adek kayak gini: ya, hanya sejauh ini ekspresi perasaan yang bisa melompat keluar dari dalam hati dan pikirnya untuk menjadi kata. Yang terkadang cukup peka di beberapa situasi, namun pikirannya menolak menerka makna satu dua lagu dengan lirik puitis yang dikirim pasangannya. Yang akhirnya mau tak mau harus dijelaskan pula secara lugas makna dan maksud yang terkadung dalam syair lagu tersebut. Kukira awalnya ini sikap yang sama sekali tidak romantis, tak ada kode-kode dan sindiran lembut yang bisa kulayangkan dalam bentuk apapun. Namun pada akhirnya justru kelugasan ini yang akhirnya jadi bahasa romantis. Ya, adek lagi pengen ini dan mas lebih seneng kalau adek gini, terasa jadi lebih romantis daripada kirim-kiriman syair lagu atau video singkat sarat makna tersirat.

Sekali lagi, ia hanya manusia yang biasa dengan hubungan yang terjalin juga biasa saja. Namun bagiku tak masalah biasa saja, asalkan bisa lama 

:(kalau bisa selama-lamanya)!

Komentar