TENTANG MENGGALI


Belakangan akhirnya aku tahu apa yang membuatku hidup dan terbakar selain ambisi: rasa penasaran. Semakin rumit prosesnya untuk mencari tahu, semakin aku merasa tertantang dan merasa 'hidup'. Maka mengertilah juga aku mengapa aku merasa begitu hidup setiap kali mengulik dan mencari tahu soal si manis yang bahannya dan sumbernya tak pernah habis-habis rasanya kugali. Juga soal si berani, yang profilnya mampang di mana-mana tapi galiannya dangkal-dangkal saja. Atau si imaji purnama yang bahkan data terlengkapnya hanya bisa kugali lewat ristekdikti. Juga soal-soal lain yang membuat aku jadi senang menempeli ini dan itu di dinding kamar: itu bahan risetku! Seruku bangga setiap ada mengunjungi kamarku dan menanyakannya.

Maka setiap rasa penasaran yang hinggap kuhajar habis sebisa-bisanya, bahkan sampai inti biji terdalamnya kalau bisa. Meski bukan berarti ahli, tapi mencari tahu sesuatu rasanya sudah jadi makanan dan kebiasaan sehari-hariku. Maka bukan hal yang terlalu sulit buatku mencari ceruk-ceruk sumber yang bisa kugali dalam-dalam (meski kedalamannya tidak bisa kupastikan benar masing-masingnya). Tapi sungguh, meski dangkalpun mereka benar-benar menggembirakan hati dan pikiranku.

Tapi sekencang-kencangnya manusia berlari, pasti ada fase melambat dan berhentinya. Secinta-cintanya aku pada hal-hal yang membuatku penasaran, selalu akan ada satu titik dimana aku merasa tak ada lagi ceruk yang menarik untuk digali dan aku berhenti. Ahh mungkin wajar saja manusia merasa seperti itu kan? Bosan lalu berhenti menggeluti sesuatu yang sebelumnya begitu menarik di matanya. Tapi karena aku merasa tidak 'hidup' apabila tidak menaruh rasa penasaran dan menggali sesuatu, maka pada saat-saat jengah itu kupaksakan juga diriku berjalan mengelilingi sekitar untuk menemukan barang satu atau dua hal menarik yang mungkin bisa kugali ceruk-ceruknya. Karena cukup sering mengulang-ulang fase tertarik-mencari tahu-menggali-hinggap di puncak kesenangan-bosan-mencari hal lain-tertarik-mencari tahu-menggali-hinggap di puncak kesenangan-bosan begitu seterusnya, maka kalau dikumpulkan akan ada banyak sekali daftar hal-hal yang (setidaknya pernah) kusenangi. Inilah yang membuatku tak pernah melewatkan kata "kalau sekarang..." ketika ditanya apa hal yang kusuka atau kugemari (yang lanjutan kalimatnya tentu akan berubah dari waktu ke waktu). 

Awalnya aku merasa gagal untuk bertumbuh sebagai manusia dewasa, karena tidak bisa menentukan hal-hal yang betul bisa kusenangi dan kugeluti hingga dalam betul. Tapi dari situ kuingat juga perkataan seorang teman, ia mengatakan bahwa mengenal manusia adalah proses seumur hidup. Kita tidak bisa mengatakan paling kenal dengan seseorang hanya karena telah lama bersamanya. Apalagi kalau indikatornya hanya sekedar tahu apa yang disuka dan tidak disuka. Maka berkaca dari situ, akupun paham juga akhirnya bahwa mengenal diri sendiri juga merupakan proses seumur hidup. Minimal untuk tahu apa yang sedang disuka dan tidak disuka, juga apa-apa yang membuat diri sendiri merasa hidup dan mati.

Komentar