SUSAH


Seorang pekerja paruh waktu: menjual jasa menjadi pacar virtual sewaan atau sekedar menemani tidur; ia berkeluh. Kalau lagi sepi tawaran atau aku nggak ambil banyak job, aku sering bingung mau beli paket data dari mana. Padahal buat nyari dan ambil job butuh paket data. Katanya di sela hisapan rokok dan seruput kopi yang sengaja dihisap dan diseruputnya pelan-pelan agar bertahan menemaninya sampai jam 12 malam nanti.

Seorang teman kantor bercerita: kayaknya dalam waktu dekat aku mau pindah rumah, rumahku yang sekarang aku tempati ini mau dijual. Cicilannya terlalu besar, 12 juta per bulan. Padahal anakku udah mau sekolah habis ini, pasti biaya makin membengkak kalau harus terus nyicil segitu sampai 13 tahun kedepan. Bahkan kadang aku sampai harus hutang untuk nutup biaya cicilan ini. Kan sama aja gali lobang tutup lobang ya. Keluhnya sambil mengibas-ngibas baju necisnya karena kepanasan, biasanya selalu kuanggap ia wanita dengan predikat paling punya baju yang tepat untuk segala suasana dan waktu: bajunya selalu trendy dan berganti-ganti.

Lelah duduk diam di kantor lantaran tak terlalu banyak yang perlu dikerjakan, malam itu kuputuskan untuk menonton salah satu serial drama korea rekomendasi. Belum jauh, masih di episode 3. Bercerita soal kehidupan sehari-hari sebuah komplek perumahan sederhana yang terdiri dari 5 keluarga yang sangat akrab sejak anak-anak mereka masih kecil. Yang menarik, premis episode ketiga lebih kurang bunyinya demikian: yang salah bukan orang punya uang, orang yang tidak punya uanglah yang selalu salah. Isi episode ini kental dengan problema rumah tangga yang sebagian besar disebabkan oleh kondisi finansial, baik dari yang kekurangan dengan sempitnya pilihan hidup, maupun dari yang berlebih dengan sulitnya membentuk hidup finansial yang sehat dalam keluarga dengan uang yang dipunya. Ahh, ternyata punya banyak uang belum tentu pasti serba enak ya.

Maka malam ini kututup gelisah yang akhir-akhir ini kurasakan dengan menyesap kopi hitam dengan krimer yang dihemat betul agar tahan hingga akhir bulan. Sambil melirik rekening yang nominalnya tak lebih dari dua ratus ribu rupiah untuk bertahan hingga akhir bulan, aku tersenyum sambil menggumam pelan: ternyata yang susah bukan cuma aku.

Komentar