SOAL MENCARI DAN MENEMUKAN


Masa-masa merenung dan mencari jawaban memang tidak pernah mudah. Waktu jadi seperti malas bergerak. Tangan dan kakinya bergelantung dan menggelayuti badan, hingga berat rasanya. Dari sekian indra dan organ tubuh, hanya perut dan kawanan isinya yang tetap aktif mengirim sinyal kemana-mana untuk terus dipekerjakan (mereka bahkan minta jatah lebih sebagai bonus, entah bonus pekerjaan ekstra mereka yang sebelah mana). Kuberi jatah ekstra tapi buktikan kalau kalian layak menerimanya, tantangku sambil mencuci tangan bersiap menyantap 1 potong dada ayam goreng tepung jumbo dan seporsi nasi putih. 

Meski kadang mereka ingkar, namun kali ini kucoba untuk kembali percaya. Dan benar, mereka mulai mengirimkan lebih banyak jatah ke otak sehingga ia mulai bekerja dengan sedikit tersenyum. "Latihlah dirimu untuk mendengarkan tanda-tanda dari semesta. Mereka akan menuntunmu untuk menemukan jalanmu." Sebagai balasan atas jatah ekstra yang dikirim perut, ia susah payah mengobrak-abrik gudang referensi dan memuntahkan satu kutipan yang selaras dan dibutuhkan. Sebuah kutipan dari novel rekomendasi dari seorang teman: The AlchemistBarangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar." Kali ini ia memuntahkan kutipan ayat kitab suci. Ahh, rupanya jatah ayam goreng tepung tadi benar-benar diproses dengan baik.

Maka hari itu kusibukkan diri dengan mengumpulkan kepingan-kepingan referensi lain yang mungkin berhasil dimuntahkan lagi oleh otakku yang sedang tersenyum. Setelah dirasa cukup, aku mulai menarik keluar benang merah dari masing-masing kepingan referensi yang ada. Turunannya ada yang terurai hingga tipis dan jauh sekali ke masa lampau. Ahh, rupanya ini salah satu cara menggali masa lalu. Ada beberapa keping memori yang ikut tergali disana. Biasanya di waktu-waktu lain, ketika tergali mereka berloncatan kesana kemari dan menggores-gores perasaan. Tapi mereka cukup kooperatif untuk berjalan pelan-pelan di jalur pikiran hari ini. Maka dengan hati-hati betul kuangkat dan kuperhatikan kepingan memori masa lalu itu, kutempatkan dia di tempat paling nyaman dan aman: dia yang jadi ratunya malam itu. 

Maka malam itu kututup dengan kesimpulan hasil permenungan bahwa ada dua dorongan besar yang hadirnya tak bisa kuelak, laparnya tak bisa kutangkis, dan geloranya tak bisa begitu saja kuredam. Maka tak ada pilihan lain selain meng-amin-i dan memberikannya tempat di salah satu sisi hidupku. Kini hadirnya nampak lebih jelas, lebih terlihat dari luar kotak kaca kesadaran-kesadaran hidup. Tak lupa, kepingan-kepingan referensi yang sudah kutemukan tadi kujadikan komponen pendukung di sekitarnya, di sekitar rak kotak kaca. Ada yang jadi tatakan, ada yang jadi penyangga, ada yang jadi engsel pintunya, sebagian juga ada yang jadi solasi untuk sekedar merapatkan renggang atau retak di salah satu sudutnya.

Komentar