ARAH


Tempo hari diakhir pekan, aku memutuskan untuk mengambil hari istirahat. Tanpa
to do list dan tuntutan menyelesaikan ini dan itu, aku membiarkan badan dan pikiranku melakukan apa yang dimau. Apakah biasanya tidak begitu? Hmm, sepertinya tidak juga. Selama ini aku memenuhi hari-hariku dengan kegiatan ini dan itu yang sengaja kubuat padat di to do list harian, agar tak terasa sia-sia waktu berjalan. Sungguh aku seringkali merasa berdosa ketika membiarkan waktu bergulir begitu saja dan hanya kuisi dengan diam menatap langit-langit atau menatap dinding tanpa arti. Minimal kalau mau begitu, aku harus memberinya label kegiatan seperti: 'istirahat sejenak dengan merebahkan badan di kasur' atau 'merenung sambil menatap dinding kamar'. Ya ya, sepertinya ini hanya soal penamaan kegiatan saja, tapi itu cukup berarti.

Oke kembali pada rencana awalku untuk mengisi hari dengan beristirahat. Meski ingin kuisi seharian penuh dengan tidur saja di atas kasur, tapi aku tau jika itu terjadi energiku tidak akan terisi dengan baik. Maka setelah bangun agak siang sekitar jam 9, aku makan kudapan lalu mandi dan bersiap. Aku ingin melakukan permenungan hari ini. Poin permenungannya sederhana saja: apa yang sebenarnya kuinginkan dalam hidup. Meski agak enggan karena cuaca cukup panas hari itu, kumantapkan juga pikiran dan badanku memacu Reinandra (motor hitam kesayanganku) lebih kurang 17 km menuju lokasi yang sudah kutentukan sebelumnya. Jalanan kota lebih ramai dari biasanya hari ini. Mungkin karena ini akhir pekan dan sudah ada kelonggaran untuk bepergian, maka banyak orang memanfaatkan untuk bepergian baik dengan keluarga, kerabat, teman, atau seorang diri (ya seperti aku ini).

Lebih kurang 45 menit melewati kemacetan baik oleh lampu merah maupun demo buruh di depan gedung DPR, akhirnya tiba juga aku di tempat yang kutuju. Pukul dua belas titik kosong lima, lima menit dari jam buka wisata di Pelabuhan Tanjung Perak. Nampaknya aku adalah pengunjung pertama yang datang hari itu. Ahh benar juga, lagi pula siapa yang siang-siang begini punya hasrat berpanas-panas hanya untuk melihat laut dan kapal lewat, pikirku.

Di ruang tengah, jeda antara food court dan smoking room (yang sekaligus merupakan pelataran outdoor untuk melihat laut dan kapal), ada ruangan dengan meja panjang dan kursi tinggi dengan stop kontak di tengahnya. Dari meja ini pengunjung bisa melihat pemandangan laut dan kapal dari pintu kaca yang membatasi ruangan ini dengan smoking area. Ahh tempat yang sempurna untuk merenung.

Maka kumulai permenunganku dengan beberapa pertanyaan mendasar yang dimulai dengan kata tanya 'apa' seperti: apa yang sedang atau akhir-akhir ini aku rasakan? apa yang aku inginkan? apa yang sudah aku lakukan untuk mencapainya? apa yang masih perlu dievaluasi atau masih belum dilakukan? apa yang saat ini aku miliki dan patut disyukuri? Setelah pertanyaan-pertanyaan yang kurasa perlu sudah kutuliskan semua di atas kertas, aku mulai menjawab mereka satu persatu. Meski bukan pertanyaan sulit, tapi ternyata permenungan semacam ini cukup menguras energi. Baru 2 pertanyaan yang terjawab utuh tapi aku merasa energiku sudah hampir habis. Karena sadar setelah ini aku masih harus memacu Reinandra 17 km lagi untuk kembali ke kost, maka kusudahi sesi merenung di pelabuhan siang itu.

Selama perjalanan kembali, karena jalanan yang kulewati sudah familiar maka setelan kewaspadaanku akan jalanan bisa kukendurkan. Karena pikiran agak kosong melayang-layang maka sepanjang perjalanan aku kembali berpikir, sebenarnya apa yang paling kuharapkan dari permenungan-permenungan tadi. Maka kukumpulkan serpihan-serpihan ingatan akan hal-hal yang menggerakkan aku untuk merenung sejauh itu tadi. Ya, ternyata aku benar-benar ingin mencari tujuan. Aku butuh tujuan untuk menentukan arah. Minimal arah harus kemana dan harus apa aku setelah sampai di kost nanti.

Komentar