DENGAN TULISAN


"Aku mencintaimu karena kau menulis." -Pram

Kemarin di sela waktu WFK alias work from kost, karena cukup senggang aku membuka-buka kembali buku sampul oranye yang dulu hampir setiap hari kuisi dengan setia. Isinya sederhana saja, tentang cerita keseharianku sebagai pekerja, anak kost-kostan, sekaligus pejuang asmara. Terdengar berlebihan ya? Tapi memang begitu adanya. Waktu itu aku sedang gencar-gencarnya mengejar seorang laki-laki. Setahun lebih tua dariku, kami dikenalkan oleh seorang teman. Aku tidak peduli apa nama perasaanku padanya waktu itu, yang jelas aku pengen macarin dia!

Sebenarnya ide menulis ini aku dapat ketika melihat media sosial adik dari kenalanku. Rupanya adiknya ini (selanjutnya kita sebut saja Manis) suka menulis dan membuat film (belakangan aku baru tau kalau ternyata dia memang mahasiswa jurusan perfilman di Bali). Di media sosialnya, Manis sering mengunggah tulisan-tulisannya yang hampir seluruhnya ditulis tangan dengan tinta di atas buku kertas polos. Isinya macam-macam, mulai dari pengalaman masa kecilnya sampai permenungannya soal hidup. Setelah kubaca dan kulihat-lihat, sepertinya menarik juga menulis dengan cara demikian. Terasa lebih otentik karena jejak kesalahan penulisan bukan dilenyapkan dengan tombol backspace, tapi hanya ditindas dengan 1 atau 2 garis kemudian dibuat pembetulan di sebelahnya. Dari situlah aku memulai kebiasaanku menulis buku harian (yang sebenarnya kuproyeksikan untuk jadi buku kedua. jangan bilang siapa-siapa dulu ya tapi!).

Selain pintar menulis, Manis juga ceria dan berani anaknya. Setahuku dia pernah beberapa kali ikut menjadi relawan gerakan sosial dan membuat dokumenter di daerah-daerah terpencil. Perjalanannya ke tempat-tempat tersebut sering ia dokumentasikan dan dibagikan di media sosial. Maka dari situ makin bertambahlah ketertarikanku pada si Manis ini. Karena begitu tertarik, aku mencari semua informasi tentangnya dari manapun. Tadi siang secara tak sengaja aku menemukan alamat blognya. Tulisan yang diunggah disana belum banyak, tapi dari tulisan yang ada aku tahu bahwa ternyata perjalanan hidupnya tak semanis wajah dan senyumannya. Terpisah dengan orang tuanya di usia 18 tahun, ia berusaha menghidupi diri sendiri dan 'hidup' dengan diri dan mimpinya sendiri. Meski ia mengaku masih buram dan ragu akan mimpi dan tujuan hidupnya, tapi hidup tak pernah terlalu menjemukan untuknya: ia tetap bahagia (setidaknya dalam definisi buatnya sendiri). 

Merasa senasib dan memiliki keresahan yang sama dengannya -di usia yang tidak bisa dibilang remaja lagi ini-, ketertarikanku yang sudah besar padanya ini makin bertambah lagi. Ahh andai saja dia tahu, bahwa di sudut kehidupannya yang ternyata cukup rumit itu, ada orang yang begitu mengaguminya. Maka seperti Na Hee Do yang berusaha mendekat pada Ko Yu Rim dengan masuk ke dunianya, akupun juga bertekad akan mendekatinya dengan segala cara. Mungkin dengan masuk ke dunianya, atau membuat duniaku makin seirama sehingga memperbesar peluang koneksi dengan dunianya. Tentunya dengan tulisanku!

Komentar