BATAS RENDAH



Untuk seseorang berani menjadikanku istrinya dan berani kujadikan suami pada saatnya nanti, dengarlah ini:

Kalau kau melihat hidupku ketika kita sudah memutuskan untuk saling menikahi kelak adalah hidup yang cukup dan berkecukupan, kau perlu tahu bahwa saat ini aku sedang mengikat perut dan hawa nafsu untuk kemewahan. Kalau harus mengikat diri dan mati raga untuk semua hal, agaknya masih sulit buatku. Aku tak menekan terlalu keras untuk perawatan wajah dan tubuh. Ya, saat ini aku sedang ingin betul merasakan previlege menjadi orang cantik dan menarik. Ahh, kau tentu tahu lah meskipun kecantikan paras bukan segala-galanya, tapi ia bisa membantumu juga di beberapa hal, minimal meningkatkan rasa percaya dirimu ketika berhadapan dengan orang lain. Buktinya, dengan parasku juga mungkin aku akhirnya bisa memikatmu kan? Maka, ini yang jadi prioritas hidupku yang hampir tidak bisa diganggu gugat saat ini. Ahh, tapi yang ini tidak terlalu penting.

Yang aku ingin kau tahu adalah, saat ini aku mengikat diri betul untuk urusan perut. Di samping demi alasan memperbaiki bentuk tubuh, alasan lain yang lebih kuat adalah untuk menekan budget. Aku tahu, dengan gajiku yang (sedikit) di atas UMR ini aku bisa saja makan seperti biasa bahkan jajan mewah sekali-sekali, tapi aku tahu aspek yang ini cukup personal dan tidak akan terlalu terlihat oleh banyak orang jadi aku memilih menekan aspek yang ini. Aku tetap makan 3 kali sehari: pagi aku makan oatmeal yang kuseduh dengan air panas ditambah sedikit kepingan coklat atau selai kacang untuk perasa. Siangnya aku membawa bekal yang kumasak sendiri. Aku memasak sayur dan bahan lauk 1-2 kali dalam seminggu, biasanya di akhir pekan. Sengaja kubuat porsi besar agar bisa kubagi-bagi ke dalam beberapa plastik untuk kemudian disimpan di lemari pendingin. Masing-masing plastik akan kubuka dan kupanaskan sebentar di atas kompor ketika hendak disantap. Maka jika saat itu kau masih berpacaran denganku, kau tak perlu repot-repot menanyakan menu makan siangku setiap hari, karena tentu saja sama dengan hari sebelumnya. Menunyapun sederhana saja, toh aku juga belum bisa masak yang aneh-aneh. Asal ada sayur sebagai sumber vitamin dan lauk sebagai sumber protein bagiku cukuplah. Lalu malamnya aku makan buah dan sedikit biskuit agar tidak terlalu lapar ketika tidur.

Bosan? Tidak, aku sengaja menjauhkan diriku dari kata bosan untuk makanan. Karena bagiku bosan hanyalah perasaan semu yang berkaitan dengan hawa nafsu dan sebenarnya sangat bisa dikendalikan. Tapi tentu bukan berarti aku tak mengantisipasi sama sekali. Diakhir pekan memang aku memasak, tapi semua hasil masakannya langsung kubungkus untuk makan di hari-hari kerja pada pekan berikutnya. Maka di hari itu aku akan sedikit "berpesta" dengan membeli makanan dari luar. Atau sekedar jajan "mewah" di cafe (seperti es kopi dan kudapan berbahan dasar coklat/keju). Tapi tentu saja kuhitung betul totalnya apakah ia mengganggu neraca keuangan bulanan atau tidak.

Tidak, aku tidak sedang mengumbar tentang gaya hidupku lalu berharap sesuatu darimu. Aku hanya ingin mengatakan ini agar kau tahu saja. Tentu setelah kita menikah nanti aku akan mengusahakan yang terbaik untuk kita (dan juga untuk anak kita kelak), khususnya berkaitan dengan gizi dan makanan. Aku tentu tidak akan membawamu pada kebiasaan makan jenis sayur dan lauk yang sama berhari-hari. Tapi kau perlu tahu, bahwa telah lama kulatih organ di dalam perutku ini untuk menerima dengan serendah-rendahnya jenis, rasa, dan variasi makanan hingga kebal rasanya. Maka aku berharap -meski mungkin nanti kau akan kaget juga-, tolong beritahu aku jika aku membuat batas yang terlalu rendah untuk standar makanan kita sehari-hari nanti.

Komentar