TIDUR


Saya ingkar. Meski tak merasa berjanji, saya merasa ingkar. Saya hanya mengatakan (semoga) ruang ini tak perlu mati dan reinkarnasi lagi, kecuali kalau di’reformasi’ tanpa mati dulu. Mungkin benar, ruang ini tidak mati tapi tidur, tidur untuk bangun lagi seperti anak remaja sedang libur sekolah: ia bisa bangun sewaktu-waktu bahkan tidur sepanjang waktu jika tak diteriaki indungnya untuk timba air atau angon wedus. Tidur dan mati bisa disamakan dalam kondisi tidak sadar. Bedanya tidur akan bangun lagi, sehingga tak perlu susah-susah menggelar misa requiem, membeli bunga tabur berkeranjang-keranjang, dan menyediakan roti suguhan buat para tamu; karena yang tidur (baisanya) akan bangun lagi. Sedangkan orang mati (biasanya) tidak bangun lagi, kecuali ia percaya reinkarnasi. Eh, jadi bangun lagi atau tidak tergantung kepercayaan atau kehendak semesta sih?

Sebenarnya bukan berhenti sama sekali, hanya saja berganti media menjadi lebih konvensional. Meski tentu merubah banyak sudut rencana di awal, tapi sebenarnya nyawanya masih tetap sejalan: konsisten dan men-setia-kan diri untuk mengawinkan kata dan tanda baca untuk mimpi yang lebih besar nanti. Mimpinya yang berubah: dulu samar, sekarang tidak begitu samar meski tidak begitu jernih juga. Mimpi yang ditabrakkan penemuan baru menjadi menarik dan asyik buat dijajal. Apa lagi yang lebih asyik daripada hal yang baru kan? Meski ‘beban’nya tetap sama: konsistensi. Seperti sepasang anak muda yang jatuh cinta lalu kawin, setelah lama bersama apa lagi yang membuat mereka bertahan selain ‘konsistensi’ untuk mencintai. Seolah konsistensi menjadi kata lain dari bertahan meski hilang alasan.

Tapi saya lupa saya memulai ini tidak sendiri. Ada banyak elemen yang mendorong saya dengan caranya masing-masing agar saya tetap setia menghidupi ruang ini. Maka, ketika saya memutus rantai dan menyambung dengan yang lain, mungkin saya merasa lebih hidup karena roda bergerak lebih kencang dan jalanannya digenangi sedikit air yang menyembur kesana kemari ketika kayuhan mengencang: basah dan hidup. Tapi yang saya lupakan adalah elemen-elemen yang mendorong saya di sini: mungkin sebagian sebenarnya ada di dalam diri saya juga dan dia ikut basah meski tak jua menikmati.

Maka demi asas konsistensi dan belajar memikul kuk yang sudah dipasang, saya tak mau berjanji tapi saya hanya mau membuat keinginan: semoga ruang ini tidak tidur lama-lama lagi seperti remaja libur sekolah, karena sesungguhnya ini bukan hari libur!

Komentar