PEGANGAN

 

Ada banyak orang dewasa ingin mempertahankan beberapa jiwa kanak-kanak. Tidak salah, memang ada banyak mental kanak-kanak yang dibutuhkan ketika dewasa, namun justru telah memudar seiring bertambahnya usia. Mengembalikannya juga bukan soal mudah sepertinya, meskipun banyak kesan timbul perkara kanak-kanak adalah perkara sepele. Tapi ada beberapa yang memang perlu ditinggalkan, tak patut lah katanya kalau dibawa hingga dewasa. Salah satu diantaranya adalah kegirangan dalam penantian dan pengharapan.

Makin dewasa sepertinya kita dibuat makin mengerti kalau tidak semua hal akan berjalan sesuai ekspektasi. Atau barangkali juga ditambah dengan gambaran ekspektasi yang berkembang seiring bertambahnya referensi. Kenyataan itu membuat kita (atau katakanlah aku saja, kalau mungkin ada yang tidak sepakat) seringkali dibuat takut berekspektasi seperti girang dalam pengharapan. Menjadi penuh harap akan paripurna-dengan-sempurna seringkali menjadi penjemput kecewa dan hilang rasa. Meski bukan berarti jiwa kegirangan dalam penantian ini harus hilang sama sekali, tapi tidak sedikit yang sepertinya sepakat bahwa ia akan berbanding lurus dengan rasa kecewa.

Karena agak sulit buatku untuk menipiskan jiwa ini, memenuhi diri dengan berbagai kegirangan menjadi percobaan alternatif lain. Tak ada akar, rotanpun jadilah. Memenuhi hari dengan berbagai macam alternatif pegangan mungkin akan menjadi asik ketika diri sendiri belum bisa dipegang. Lagi pula apanya yang mau dipegang kalau disentil sedikit sudah goyang.

Tapi percobaan ini kemudian ‘mental’ terlempar ketika ditabrakkan dengan argumen seorang teman. Suatu kali ia pernah mengatakan, “..bahwa yang dicari dalam hidup adalah ke-tidak-terikat-an..” Beberapa yang kabur menjadi jelas, bahwa bukan girang dalam penantiannya yang salah, tapi kuatnya pegangan yang justru menyakiti tangan yang perlu ditinjau kembali. Karena memegang kuat lantaran takut hilang, tidak membuat apa yang dipegang tetap utuh atau tidak jatuh lewat sela-sela jari.

Komentar