MEMBERI DAN MENERIMA

 

Jalan pagi di trotoar lebar pinggir jalan besar memang paling menyenangkan: jalan lurus, relatif halus, dan minim gangguan entah akar pohon yang keluar dari kulit jalan atau bel kendaraan yang tak sabar. Tapi ternyata kenyamanan ini justru membuat pikiran berlari kesana kemari. Pagi ini yang terlintas soal menerima dan memberi. Apa benar kita hanya bisa memberi ketika kita sudah pernah diberi dan memiliki? Tapi mungkin ada benarnya. Logikanya sederhana, bagaimana kita bisa memberi makanan jika kita tidak memiliki makanan atau tidak ada yang memberi kita makanan sebelumnya. Memang dua hal ini berbeda. Soal kepemilikan ini menyoal substansi untuk dibagi: ketika kita ingin membagi makanan, maka terlebih dahulu kita harus memiliki makanan itu. Soal diberi oleh orang lain ini bisa jadi menyoal keteladanan bagaimana harus memberi, atau minimal keteladanan bahwa perlu untuk memberi. 

Menjadi masuk akal bila yang dibicarakan soal substansi yang nampak wujud fisiknya, lantas bagaimana bila yang disoal tentang perasaan ? Ahh tapi kuingat juga salah satu ayat kitab suci yang berbunyi, "...maka engkau harus saling mengasihi, karena Bapamu yang di surga sudah lebih dulu mengasihimu." Jadi, apa sebenarnya yang kamu tunggu sekarang adalah kesempatan (pertama) untuk menerima sebagai syarat sebelum bisa memberi?

Komentar