LAPAR


 

Beberapa hari lalu seorang teman mengontak,
meminta waktu sejenak untuk sekedar berbagi kisah hidup
Ku iya kan tanpa memberi janji kepastian waktu
Ingatan berlalu begitu saja,
tiba-tiba terlintas lagi hari ini
Benar saja,
dia menunggu kabar dariku berhari-hari
Ahh, seandainya aku bisa lebih cepat
Dalam panggilan kami, ia bercerita banyak tentang hidupnya di ibu kota
Bulan Oktober,
ia diterima masa percobaan sebagai asisten pribadi pemilik perusahaan kecantikan
bergelut dengan data dan segala kepentingan pribadi pemilik,
tak jarang ia harus bertahan hingga dini hari
“Nggak apa-apa lah capek, yang penting aku nggak pernah laper disana”
Hah! Kesehatan manusia hanya senilai sekepal nasi dan remahan roti
Sebulan kemudian,
tanpa aba-aba dan pertanda
surat PHK mendarat di meja kerjanya
ia diminta segera meninggalkan kantor dan mess
Dengan segala cara yang digunakan atasan,
ia merasa yang dikosongkan saat itu bukan hanya meja kerja dan messnya,
tapi juga hati dan pikirannya
Berhari-hari ia hanya mengisi kekosongan dengan menangisi dirinya
merasa diri tak berguna dan tak layak
Tak seorangpun dikampung halamannya tahu ia kena PHK,
ia terus mengatakan bahwa ia baik saja dan tidak pernah lapar disana
Setelah keluar dari mess,
ia memutuskan untuk menyewa sepetak kamar sederhana
Sisa uang yang ia punya dari tabungan dan gaji masa probation yang tak seberapa
ia hemat untuk membeli roti marie untuk mengganjal perut di siang hari
dan membeli nasi lauk sederhana di malam hari.
Berbekal tekad dan keyakinan bahwa ia bisa menang melawan ibu kota
Ia yakin bahwa suatu saat sebelum receh terakhir di kantongnya habis,
ia sudah diterima di sebuah perusahaan
meski menuju kesana pikiran, hati, dan perutnya harus merasa benar-benar "lapar"

Komentar