KUDA HITAM ATAU BAB BARU


 

Ketuk-ketuk jari di ponsel membawaku pada sebuah postingan seorang teman
Diatas kuda berwarna coklat ia duduk,
dengan gaun putih bersih, wajahnya terpapar riasan apik,
tampak anggun.
Disebelah kuda berdiri seorang pria
Berpakaian tentara lengkap,
tangannya memegang ujung gaun dengan hati-hati,
matanya lurus tertuju pada penunggang kuda.
Ahh, rupanya mereka sedang mengambil gambar sebelum pernikahan.
Agak jauh aku membayangkan,
tapi kalau itu kita,
aku akan memilih kuda jantan berwarna hitam.
Alasannya sederhana saja, aku mengaggapmu segagah kuda dan setegas warnanya
Tenang, aku tak akan memintamu mengenakan kemeja kerja polos dan celana hitammu
Kau kenakan saja apapun yang kau mau,
aku juga akan mengenakan baju yang kumau.
Aku tak mau banyak-banyak meminta menjelang hari bahagia kita
Bagaimana jika tak senada?
Siapa yang peduli, apakah kita bersatu karena kita senada?
Kita bersatu semata-mata hanya karena saling mencinta, sayang
dan tak semua yang saling mencinta selalu sama
Bagaimana jika hasilnya gambarnya tidak apik?
Siapa yang akan peduli pada foto yang hanya akan terpampang sepanjang resepsi,
Itupun kalau sempat ditoleh oleh undangan
lantaran posisinya yang selalu diujung, meski di pintu masuk jua
Lalu kau akan mengatakan,
“semua bisa dibicarakan, mauku dan maumu bisa dicari jalan tengahnya
meski berbeda, tak mesti kita mengambil jalan masing-masing.”
Baik, kalau itu maumu.
Lupakan soal kuda hitam, gaun, kemeja, serta jepretan kamera
Mari kita buka bab pelajaran baru dulu:
kompromi dan jalan tengah.

Komentar